Polusi, erosi datang dan menyakiti
Musnahkan semua mimpi kami
Bumiku merintih, bumiku menangis
( Tropical Forest – Bumi Merintih )
Seiring tren musik reggae yang terus berkembang, banyak tumbuh
pecinta reggae baru yang terus bermunculan. Membanggakan diri mencintai reggae,
tapi belum tahu makna sebuah reggae. Bukan saya menggurui kalian yang suka
reggae atau dalam bahasa gaulnya sok pintar. Bukan dan sama sekali tidak ada
maksud seperti itu. Tapi saya hanya ingin menyampaikan sebuah pesan. Bahwa
reggae bukan Rastafarian, reggae bukan hanya ganja. Dan tentu saja reggae bukan
tentang hanya pantai dan hidup santainya.!!!!
Kenapa saya menuliskan reggae bukan hanya pantai? Karena saya
ingin mengajak teman-teman untuk sama-sama berpikir, untuk sama-sama
berpendapat. Dalam era Imanez dengan lagu santainya kita melihat sebuah
lirik yang cukup fenomenal. Dimana lirik yang mengatakan bahwa “anak pantai dan
hidup santainya” . Kita tidak bisa menyalahkan Imanez begitu saja, karena
paling tidak beliau juga membawa banyak warna dalam musik ini. Tapi yang kita
perhatikan adalah bagaimana lirik itu menjadi sebuah tren budaya. Bahwa reggae
haruslah pantai dan hidup santai. Cinta reggae harus santai, dan cinta reggae
harus pergi ke pantai. Dan sadar atau tidak sadar itu membuat pecinta reggae
terdoktrin dalam pikiran itu. Yang mau tidak mau untuk terus berpikir dan
bertindak dengan cara yang tidak seharusnya. Bertindak dengan santai tanpa
tanggap dengan kondisi alam di sekitar.
Pernah mendengar hutan Indonesia yang terus menurun? Pernah
mendengar bencana tanah longsor. Karang yang mulai rusak karena bom demi
mencari ikan? Atau berita hasil alam kita yang terus dicuri bangsa asing?
Kuyakin kita semua pernah tahu. Tapi yang kita belum mengerti adalah, apakah
hati kita sudah bergerak mendengar kabar buruk itu ? Apakah hati kita sudah
berusaha membawa perubahan tentang alam kita yang semakin hancur? Inilah pesan
tulisan saya ini kawan. Pesan tentang reggaeman harus tanggap tentang
sekeliling. Bahwa bukan kita selalu menikmati indahnya sunset dan sunrise di
pantai. Tapi juga melihat tentang berapa banyak sampah yang kita buang
jika kita melewati pantai yang terkotori oleh kaleng dan bekas makanan.
Alam menceritakan keindahannya gunung dan hutan Indonesia
yang kaya. Tapi kita manusia sering lupa. Alam mengingatkan kita dengan bencana
dan kedasyahatannya yang berbicara, tapi masih saja kita lalai. Sederhana
saja pesan buanglah sampah pada tempatnya. Baik di pantai, di hutan atau
gunung bahkan jalanan yang kita lewati adalah langkah awal sebuah perubahan.
Tidak besar mungkin. Tapi itu hal yang sepele yang sering kita lupa. Kita tidak
bisa menuju kota Roma dalam 1 langkah. Kita perlu langkah-langkah kecil untuk
memulai tujuan kita. Begitu juga dengan menjaga alam. Selalu butuh perbuatan
kecil untuk menuju yang besar. Membuang sampah, menanam 1 pohon, menciptakan
karang buatan adalah langkah kecil itu. Untuk alam yang terjaga bagi anak cucu
kita dan juga agar alam masih tertawa ceria dengan keindahannya.
Reggae yang penuh makna, bukan hanya sebuah musik. Tapi hati
nurani yang terus terjaga. Tanggap melihat kerusakan, tanggap melihat
pembodohan, tanggap melakukan perubahan. Merdekakan dirimu kawan, lakukan yang
terbaik untuk kebaikan dengan caramu. Jaga alammu dan suarakan cinta tanah air
Indonesia. Bahwa alam Indonesia harus dijaga, banggalah dengan alam Indonesia.
Tak ada yang salah dengan alam Indonesia. Yang salah adalah jika kita terus
menutup mata. Melihat tanah kita yang digali tanpa pertanggungjawaban.
0 komentar:
Posting Komentar