"Kalau kau mengaku dirimu pembalap liar, lalu mengapa bentukmu seperti Ryan D'masiv ? Kenapa bukan seperti Motorhead atau G.G. Allin ?"
Pertanyaan yang muncul di kepala saya, awalnya cuma sesederhana itu. Tepat di saat motor butut saya melintas di depan mereka, para remaja yang kelihatan seperti tercandu oleh kecepatan, atau penantang bahaya, penantang kematian, image yang sayangnya hanya terlihat pada saat mereka melaju di jalan, atau lebih tepatnya, mengganggu di jalan. Begitu mereka berhenti dan melepas helm, maka yang terlihat adalah jauh dari perkiraan. Mereka adalah sekumpulan Afghan yang secara bergantian belajar masturbasi, dengan motor-motor jaman sekarang yang makin lama semakin mirip mesin kasir atau tamiya raksasa. Tidak seram sama sekali, baik supirnya maupun motornya.
Mungkin disitu masalahnya. Remaja selalu punya banyak cara untuk menguji jati dirinya. Menjadi atlit, bermain musik, atau zig-zag di jalan umum, hanya beberapa cara diantaranya. Jadi pertanyaan saya tadi, kenapa para pembalap liar yang ganas ini justru bergaya seperti penyanyi idola remaja, yang imagenya bertolak belakang dengan aktivitas mereka, terjawab sudah. Mereka ingin kencang di jalan, tapi tetap "ganteng" setelahnya. Setidaknya, itulah persepsi mereka tentang kegantengan. Berusaha menjadi Ryan D'masiv buat yang sedikit good looking, atau menjadi Ian Kasela buat yang fisiknya tanpa harapan. Intinya : mereka palsu. Yang beginian tidak layak disebut geng motor. Saya butuh jenis geng motor lain yang lebih layak ditonton.
Tak lama kemudian, terdengar bunyi neraka dari belakang. Iblis menderum, suaranya nyaris membekukan gendang telinga. Otomatis saya minggir ke kiri, lalu melihat lewat kaca spion. Ini pasti pasukan setan. Dan benar sekali, sedetik setelah motor saya merapat di sisi kiri, melintaslah mereka. Tanpa melirikpun sama sekali ke arah saya, yang nyaris diserempet dari belakang. Tapi tak masalah, saya tidak tersinggung. Karena yang melintas adalah gerombolan Harley Davidson. Ini baru namanya motor sungguhan. Motorhead, Metallica, ZZ Top, Iggy Pop, atau kemungkinan paling jelek : Lorenzo Lamas. Yang jelas, tidak ada satu orangpun yang bisa membantah, kalau Harley Davidson dan motor besar sejenisnya, adalah motor dengan image "outlaw". Rebellion. The unholy rule fuckers. Satu-satunya jenis motor yang boleh melintas di jalan tol.
Dan karena motor bergerak dengan mesin, dan mesin identik dengan panas, maka sudah takdir kalau pengendara motor identik dengan image "bengal". Harley Davidson, adalah buktinya. Jadi wajar saja kalau saat itu saya rela menepi, demi menatap satu demi satu mereka yang lewat dengan gagahnya. Saya menunggu Lorenzo Lamas.
Ternyata saya salah lagi. Tak satupun dari pengendara Harley itu yang tampak seperti Lorenzo Lamas, apalagi seperti Metallica atau Motorhead. Motornya memang mirip. Lebih bagus malah. Tapi penunggangnya beda. Yang lewat di depan saya, justru terlihat seperti cukong, atau pengusaha, atau politisi, atau lebih parah lagi, seperti polisi. Lalu dimana image outlawnya, kalau jaket kulit yang mereka pakai selalu bersih, rapi, mengkilap, bahkan masih bau toko ? Kecewa.
Jalan raya di malam minggu, ternyata penuh dengan kendaraan palsu. Tentu saja opini saya ini subjektif. Tidak semua remaja yang balapan liar di sepanjang jalan Veteran atau jalan Hertasning, melakukan itu buat ngeceng atau mencari jati diri. Pasti ada juga yang melakukannya karena memang cinta. Dan tidak semua pengendara Harley itu orang yang kelebihan sumber daya. Ada juga yang harus menderita, demi tabungan untuk merakit motornya. Itu pasti. Ada juga yang berandalan asli, yang gondrong dan brewoknya berantakan, menggila di atas motor gede di malam minggu. Tapi apa gunanya satu-dua orang yang asli, di antara belantara manusia palsu ? Tidak ada. Mereka tenggelam. Tenggelam diantara lautan kendaraan yang melesat dengan arah dan kecepatan radikal, tanpa bisa diprediksi, sementara saya, pengendara jalan yang reguler, harus selalu siap ditabrak dari belakang. Akhirnya pertanyaan saya berubah menjadi :
Kenapa anarki negatif ini hanya muncul di malam minggu ?
Ya, saya tahu. Pertanyaan ini pun tetap salah. Orang-orang ini dari malam kamis pun sudah balapan liar. Tapi masih malu-malu dan sadar teritori. Hanya di daerah-daerah tertentu saja mereka beraksi. Tapi, kalau malam minggu tiba, mereka menggila, meledak, tak tertahankan. Bahkan polisi pun hanya bisa berdiri pasang badan di pinggir jalan, sambil mungkin diam-diam buka taruhan siapa yang menang. Tapi kenapa ? Kenapa kegilaan ini hanya terjadi di malam minggu ?
Ternyata jawabannya sederhana saja. Jawaban yang saya sudah lama melupakannya. Kegilaan lalu lintas ini terjadi karena, ternyata, masih banyak di antara kita yang maboknya cuma seminggu sekali. Kodong. Pantas kacau sekali.
0 komentar:
Posting Komentar